WASHINGTON DC - Ilmuwan terkemuka Amerika Serikat (AS) pada Kamis (16/7) meminta Presiden Donald Trump untuk tidak melanjutkan uji coba senjata nuklir, karena uji coba itu akan meningkatkan risiko perang nuklir.

Dalam sebuah surat yang dipublikasikan ada peringatan 75 tahun uji bom atom pertama di dunia pada 1945, sekitar 70 ilmuwan, termasuk setengah lusin penerima anugerah Nobel, mempertanyakan kemungkinan rencana pemerintahan pimpinan Trump setelah mengakhiri moratorium pengujian selama 28 tahun.

"Melakukan (uji coba nuklir) itu dapat meningkatkan bahaya perlombaan senjata nuklir lain serta perang nuklir baik yang tidak disengaja maupun yang disengaja," kata ilmuwan itu seperti dilaporkan dalam jurnal Science.

"Mengikuti tradisi panjang para ilmuwan yang menentang senjata nuklir karena efeknya yang berbahaya terhadap kemanusiaan dan planet ini, kami meminta pemerintah AS untuk mengakhiri rencana untuk melakukan uji coba nuklir," imbuh mereka.

The Washington Post pada akhir Mei lalu melaporkan bahwa pemerintahan Trump telah membahas kemungkinan melakukan uji coba senjata nuklir sebagai peringatan kepada dua negara yang memiliki kekuatan nuklir yaitu Russia dan Tiongkok.

Tidak ada aturan yang melarang untuk melakukan uji coba tersebut, tetapi laporan itu menyulut keprihatinan di masyarakat yang berkomitmen untuk pengendalian senjata dan senjata nuklir.

Dalam surat yang dilayangkan pada Science menegaskan bahwa sepanjang Perang Dingin pasca-Perang Dunia II dengan Russia, AS telah melakukan 1.030 uji coba bom nuklir. Jumlah itu lebih banyak dari semua uji coba yang digabungkan oleh negara kekuatan nuklir lainnya.

Washington DC memberlakukan moratorium uji coba nuklir pada 1992 dan pada 1996 meneken Traktat Larangan Uji Coba Komprehensif (Comprehensive Test Ban Treaty). Tetapi AS belum secara resmi meratifikasi perjanjian itu, bahkan ketika negara itu telah mematuhi dan mempromosikan maksud dari tujuannya.

"Memulai kembali uji coba senjata nuklir AS dalam ukuran apa pun, di bawah tanah atau di atas tanah, akan memberikan pembenaran kepada negara lain seperti Korea Utara, India, dan Pakistan, untuk melanjutkan pengujian," tulis para ilmuwan.

Desakan Bagi Ratifikasi

Dalam suratnya, para ilmuwan itu pun memperingatkan bahwa pengujian bawah tanah dapat menyebarkan radioaktivitas berbahaya ke dalam persediaan air tanah. Sementara tes di atas tanah yang saat ini dilarang oleh perjanjian 1963, dapat menyebarkan radiasi dengan cepat dan luas di atmosfer.

Kelompok itu mendesak pemerintah untuk meratifikasi Traktat Larangan Uji Coba Komprehensif dan menyerukan Senat untuk mengadopsi rancangan undang-undang untuk mencegah pendanaan bagi melakukan uji coba nuklir.

Sejauh ini pihak Gedung Putih memang belum mengkonfirmasikan pembahasan untuk melanjutkan uji coba senjata nuklir.

Dalam sebuah pernyataan Kamis untuk menandai uji bom atom "Trinity" pertama pada 16 Juli 1945 di New Mexico, Trump mengatakan kekuatan senjata nuklir AS telah menjadi faktor pencegah penting terhadap ancaman keamanan negara dan ia mengatakan akan berinvestasi untuk memodernisasi dan merevitalisasi perisai nuklir AS.

Namun begitu, Trump pun berkata, bahwa sesuai dengan pernyataan pemerintah mereka sebelumnya, maka mereka akan tetap mempertahankan moratorium terkait uji coba nuklir, meskipun Russia dan Tiongkok telah melakukan eksperimen senjata dengan kekuatan yang setara dengan senjata nuklir. AFP/I-1

Baca Juga: